HARIANTANGSEL.com | Hukum - Seorang pengajar melaporkan dugaan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan sebuah pondok pesantren di wilayah Serpong, Tangerang Selatan. Laporan yang telah sampai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Tangerang Selatan sejak September lalu tersebut terkini juga diterima UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Tangerang Selatan.

Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tangsel Tri Purwanto membenarkannya. Saat ini, kata dia, ada dua santriwati korban yang ditemuinya memenuhi dugaan adanya unsur pidana pelecehan dan kekerasan seksual yang dialami. Dicatatnya, pelecehan seksual mulai dialami para korban itu pada 2021.

"Karena ga direspons oleh Kemenag, kebetulan kami punya penyuluh agama di lapangan, dari penyuluh ini diarahkan untuk lapor dan, ya sudah, kami terima laporannya," kata Tri, Jumat 15 Desember 2023.

Terpisah, pengajar atau ustazah yang mengungkap dugaan adanya pelecehan seksual itu mengaku telah dikeluarkan dari pondok pesantren tempatnya mengajar sejak 12 Oktober lalu. Alasan yang diterimanya adalah mencemarkan nama pondok pesantren lewat pelaporannya ke Kanwil Kemenag.   

Dia menuturkan, memutuskan mengungkap dan mengadu  ke Kemenag karena dugaan pelecehan seksual para santriwati oleh seorang pengajar yang juga juga kepala sekolah tak mendapatkan respons dari pimpinan di pondok pesantren itu. Sekalipun, menurutnya, ada sesama pengajar wanita yang juga mengaku menjadi korban oleh pelaku yang sama. 

"Dari ekspresi dan mimik wajah pimpinan pesantren dan istrinya biasa aja," katanya saat ditemui pada Jumat, 15 Desember 2023. Dia menambahkan, "Yang terduganya ini juga tidak diapa-apain. Saat ini dia masih biasa saja mengajar, aktivitas."

Hanya menyediakan namanya sebagai 'A', pengajar ini menceritakan dugaan pelecehan seksual yang terjadi terhadap para santriwati diketahuinya pada Desember setahun lalu. Saat itu dia mengajarkan tentang hukum dan batas antara perempuan dan laki, "Menyampaikan bagaimana boleh cium tangan atau tidak." 

Setelah dijelaskan akan hal tersebut, menurut dia, sejumlah anak perempuan spontan menangis dan coba menceritakan apa yang dialami selama ini. Kata A, beberapa santriwati langsung menyampaikan pengakuan adanya sentuhan fisik yang lebih dari sekadar cium tangan dengan ustad yang juga merupakan kepala sekolah.

Sentuhan yang dimaksud ke area wajah, paha, dan payudara. Mendengar itu, A langsung meminta penjelasan dari mereka satu per satu, siapa saja yang 'disentuh'. "Tahun kemarin kan yang mau lulus kelas 3 SMP dan SMA masih ada, itu mereka yang paling menangis," katanya.