Hariantangsel.com | Politik - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengimbau masyarakat untuk menolak dan melaporkan jika menemukan politik uang. Demokrasi di Indonesia bisa hancur jika politik uang tetap dibiarkan. Tenaga Ahli Divisi Pencega­han, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI, Ronald Michael Manoach menjelaskan, politik uang sangat rentan terjadi di masa akhir kam­panye. Karena itu, semua pihak harus ikut mengawasi.

“Hindari politik uang, jangan mau menerima uang dari peserta pemilu,” kata Ronald saat sosialisasi bahaya politik uang di car free day (CFD), Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (28/1/2024).

Ronald mengingatkan, politik uang berdampak negatif ter­hadap penyelenggaraan pemilu. Karena, pemilih tidak memilih sesuai kehendak hatinya, me­lainkan dipengaruhi dengan cara memberikan uang, atau barang dan jasa oleh para peserta pemilu.

Menurutnya, kontestan pemilu seharusnya mempengaruhi pe­milih dengan menyebarluaskan visi, misi, dan program yang dia gagas. “Politik uang menghancur­kan esensi demokrasi,” tegasnya.

Ronald pun meminta masya­rakat segera melaporkan temuan politik uang selama masa kam­panye.

“Kami minta masyarakat lapor ke Bawaslu jika terjadi pelanggaran pemilu,” katanya.

Untuk diketahui, sosialisasi di arena CFD telah digelar se­banyak 4 kali oleh Bawaslu RI, dan akan diselenggarakan dua kali lagi pada 4 dan 11 Februari 2024. Di sela-sela kegiatan, masyarakat yang berolahraga juga disajikan hiburan musik.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengungkapkan, politik uang dan sejenisnya ber­potensi terjadi pada jeda waktu antara debat terakhir dan kampa­nye terakhir sampai pemungutan suara pada 14 Februari 2024.

Titi mengatakan, masyarakat perlu waspada supaya tak mudah terbujuk dengan rayuan pemberian apapun dengan imbalan memberi­kan suara kepada peserta tertentu dalam Pemilu dan Pilpres 2024.

“Kita harus melakukan pence­gahan dua hal, satu mencegah terjadinya kecurangan sebelum hari pemungutan suara, dan kedua meyakinkan pemilih kita bahwa bilik suara itu rahasia dan surat suara itu juga rahasia,” katanya.

Diketahui, debat terakhir Pil­pres dilaksanakan pada 4 Feb­ruari 2024. Sedangkan akhir masa kampanye jatuh pada 10 Februari 2024. Terdapat waktu 6 hari sebelum masa tenang Pemilu dan Pilpres.

Titi berharap pada jeda wak­tu itu tidak terjadi manuver-manuver politik apapun yang ditujukan kepada rakyat buat kepentingan elektoral tertentu. Selain itu, Titi berharap tidak terjadi politisasi bantuan sosial (bansos) pada jeda waktu itu.

Menurut Titi, Jika politisasi bansos itu terjadi maka bakal berdampak buruk bagi upaya membentuk praktik politik prak­tis yang beradab di Indonesia. Kata dia, kebebasan warga negara tidak boleh terganggu dengan tekanan apapun.

“Kami berharap Bawaslu menggencarkan patroli buat mencegah politik uang maupun politisasi distribusi bansos,” im­buhnya.

Dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Abdul Gaffar Karim menyoroti dampak serius dari politik uang terhadap demokrasi. Menurutnya, politik uang merugikan demokrasi karena menghilangkan esensi penting pengawasan oleh publik.

“Politik uang itu efeknya luar biasa. Gara-gara politik uang, kita tidak merasa perlu menguasai sia­pa pun yang terpilih,” kata Gaffar.

Dia mengatakan, proses idealisasi tidak akan berjalan ketika suara diselesaikan dengan uang. Itulah alasan politik uang tidak bisa dianggap enteng.

“Itu sangat sangat serius, ha­rus kita anggap dosa besar yang harus dihapus,” tegas Dewan Pengarah Gardu Pemilu itu.

Gaffar menyampaikan, de­mokrasi kehilangan pengawasan oleh rakyat karena politisi dan rakyat merasa sudah dibeli. Suara yang sudah dibeli meng­hilangkan tanggung jawab ter­hadap rakyat, fokusnya hanya pada partai, ketua umum, dan pemerintah daerah.